Dari dialog Ganjar dengan usahawan UMKM di Blora

Untuk bisa naik kelas, lakukan 3 hal ini

Senin, 25 April 2022 17:04 WIB
Foto: Gatot Aribowo

Ganjar Pranowo mengadakan dialog interaktif dengan peserta yang memiliki merek dagang. 

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyempatkan diri melakukan dialog dengan puluhan usahawan dari Blora, Ngawi, dan Bojonegoro di pendapa Kabupaten Blora, Senin, 25 April 2022. Dalam dialog tersebut, pemilik Lapak Ganjar ini menekankan tiga hal agar usahawan skala mikro dan kecil bisa naik kelas. Apa saja 3 hal tersebut?
Oleh : Gatot Aribowo

SEJUMLAH 70 usahawan datang dari pelosok Kabupaten Blora, juga dari kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang bersebelahan dengan Kabupaten Blora, yakni Ngawi dan Bojonegoro. Mereka mengikuti dialog dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang membawa topik UMKM naik kelas. Dialog dilangsungkan usai orang nomor satu di Jawa Tengah tersebut mengadakan musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) wilayah eks Karesidenan Pati di pendapa rumah dinas Bupati Blora.

Dialog ini dipandu oleh Ademos Indonesia, sebuah organisasi non profit di Bojonegoro, Jawa Timur yang mendapat dukungan pembiayaan dari PT HM Sampoerna, perusahaan rokok di Surabaya, Jawa Timur. Organisasi ini salah satu kegiatan yang dijalani adalah melakukan pendampingan terhadap usahawan-usahawan dari 3 kabupaten: Blora, Bojonegoro, dan Ngawi. Dari Kabupaten Blora telah ada 73 usahawan yang bergerak di berbagai bidang usaha.

Untuk memberikan wawasan yang lebih luas kepada usahawan binaannya, Ademos menggelar dialog UMKM naik kelas dengan menghadirkan Ganjar Pranowo yang memberikan presentasinya di hadapan puluhan usahawan yang hadir. Dalam dialognya, Ganjar menekankan pentingnya ijin dan legalitas usaha yang dimiliki oleh pelaku UMKM. Inilah hal pertama yang disampaikan Ganjar.

"Agar UMKM naik kelas, Bapak Ibu perlu memiliki ijin-ijin usaha," kata Ganjar.

Ijin ini mulai dari NIB (Nomor Induk Berusaha), PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga) dan sertifikat halal untuk usahawan yang bergerak di bidang produk olahan makanan, serta pendaftaran merek dagang di Kementerian Hukum. Dari catatan usahawan yang hadir dalam dialog tersebut, baru satu pengusaha dari Bojonegoro yang telah memiliki merek dagang. Dengan kepemilikan merek dagang tersebut, produknya mendapat kesempatan mengikuti ekshibisi ke Singapura.

Hal berikutnya agar UMKM bisa naik kelas menurut Ganjar adalah pencatatan. Maksudnya adalah pengelolaan manajemen keuangan dengan akuntansi.

"Ini sangat penting, Bapak Ibu," kata Ganjar.

Masih banyak usahawan-usahawan yang telah menggeluti usahanya bertahun-tahun namun tidak memiliki pembukaan yang rapi. Padahal di jaman teknologi yang telah maju, banyak aplikasi-aplikasi akuntansi yang bisa diunduh secara gratis dari internet.

"Kalau misalkan tidak menggunakan aplikasi, pencatatan di buku biasa juga tidak apa-apa. Sehingga (dengan pencatatan) dapat diketahui keuntungannya, juga akan diketahui peningkatan-peningkatannya," jelasnya.

Ditegaskannya, pencatatan ini butuh konsistensi. "Artinya tidak boleh malas untuk terus mencatat. Tadi," kata Ganjar merujuk salah seorang peserta yang mengaku kurang konsisten dalam akuntansi, "ada yang masih belum naik kelas karena tidak konsisten melakukan pencatatan. Ini harus dihindari, Bapak Ibu. Jangan malas untuk terus melakukan pencatatan usahanya."

Hal terakhir agar usahawan UMKM naik kelas menurut Ganjar adalah mind-set, atau cara berpikir seorang pengusaha. Dengan mind-set entrepreneurship, seorang pelaku usaha tidak akan bekerja seperti cara bekerjanya seorang buruh.